PENGHITUNGAN PPh BADAN

Penghitungan PPh badan semenjak tahun 2010 sudah menggunakan tarif tetap, yaitu 25%. Sebelumnya tarif PPh Badan adalah sebesar 28% dan tarif ini berlaku pada tahun 2009, kemudian diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010 sampai sekarang. Tarif ini diterapkan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

REKONSILIASI FISKAL

Sebelum memulai penghitungan PPh badan, pertama-tama kita harus melakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laporan keuangan komersial (laba komersial) yang berbeda secara prisip atau metode dengan ketentuan fiskal untuk menyajikan dan/atau menghasilkan penghasilan neto / laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.

Yang akan kita koreksi adalah Laporan keuangan komersil yang dibuat berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Laporan keuangan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba

Rekonsiliasi fiskal pph badan

rugi,penghasilan komprehensif lainnya, laporan arus kas dan laporan equitas. Dalam hal ini yang akan dilakukan rekonsiliasi adalah laporan Laba Rugi.

Laporan Laba Rugi akan di ubah menjadi laporan keuangan fiskal atau lebih tepatnya laporan laba rugi fiskal. Dimana laporan keuangan fiskal ini berdasarkan UU pajak dan peraturan turunannya.

Untuk bisa dilakukan rekonsiliasi, pembuatan laporan keuangan haruslah :

  • Didasarkan pada itikad baik atau pada “adat kebiasaan pedagang yang baik” dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
  • Dilakukan secara taat asas dengan stetsel kas atau stetsel akrual. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun pajak harus atas persetujuan Dirjen Pajak
  • Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan

Rekonsiliasi terjadi akibat perbedaan prinsip, yaitu :

  1. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan, atau sebaliknya.
  2. Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final.
  3. Menurut akuntansi komersial merupakan beban sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan dan sebaliknya misalnya:
    • Biaya-biaya 3M penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
    • Penggantian/imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
    • Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan.
    • Biaya-biaya yang tidak memenuhi syarat-syarat (daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).

Rekonsiliasi juga terjadi akibat perbedaan metode, yaitu :

Perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ;

  • Metode penyusutan
  • Metode penilaian persediaan
  • Penyisihan piutang tak tertagih
  • Rugi-laba selisih kurs

REKONSILIASI SPT Tahunan

Koreksi karena beda waktu

  • Koreksi beda waktu timbul karena perbedaan metode penghitungan pendapatan dan/atau biaya antara komersial dengan fiskal.
  • Dengan demikian total biaya atau pendapatan menurut komersial dan fiskal adalah sama besar, yang berbeda adalah lamanya waktu pengalokasian pendapatan atau biaya tersebut.

Contoh koreksi karena beda waktu:

  • Biaya penyusutan dan amortisasi, kecuali untuk aktiva yang termasuk kriteria pemberian natura, hibah, sumbangan, atau kenikmatan;
  • Penilaian persediaan;
  • Keuntungan pengalihan harta karena transaksi sale and leaseback.                                                                               

Koreksi karena beda tetap

Koreksi beda tetap timbul karena adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan pengakuan biaya antara komersial dengan fiskal.

penghitungan pph badan

Koreksi beda tetap terdiri dari:

  • Beda tetap murni, yaitu:
    • Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang  diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan/fasilitas (BOP);
    • Sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, denda atau kenaikan (non deductable);
    • Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26 (khusus untuk dividen ke luar negeri) yang ditanggung oleh perusahaan.
  • Beda tetap yang disebabkan tidak dipenuhinya syarat-syarat khusus, yaitu:
    • berhubungan langsung dengan usaha perusahaan;
    • adanya bukti pendukung yang kuat;
    • penggunaan praktek-praktek akuntansi yang sehat.
      Contoh:
      Biaya perjalanan, Biaya Entertain, Biaya litbang dll

Beda karena pengenaan pajak final atau penghasilan yang bukan obyek PPh

Koreksi ini terdiri dari

  • Pendapatan yang telah dipotong pajak final oleh pihak yang membayarkan penghasilan, seperti : Pendapatan bunga deposito, Pendapatan jasa giro, Pendapatan sewa tanah dan/atau bangunan, Pendapatan karena pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi);
  • Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang telah dipotong pajak final, seperti : Biaya yang berhubungan dengan penghasilan dari sewa tanah/dan atau bangunan;
  • Biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak, biaya pengurusan akta hibah yang dibebankan kepada penerima hibah.

Daftar Koreksi Fiskal Negatif untuk penghitungan PPh badan (Formulir SPT 1771-I)

  • Selisih penyusutan komersil dibawah penyusutan fiskal
  • Selisih amortisasi komersil dibawah penyusutan fiskal
  • Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
  • Penyesuaian fiskal negatif lainnya
    • Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
    • Penghasilan yang dikecualikan dari pajak final
    • Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak

Daftar Koreksi Fiskal Positif untuk penghitungan PPh badan (Formulir SPT 1771-I)

  • Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemilik usaha
  • Pembentukan atau penumpukan dana cadangan
  • Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan
  • Jumlah yang melebihi kewajaran yagn dibayarkan kepada pemilik pemegang saham/pihak yang punya hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan
  • Harta yagn dihibahkan, bantuan atau sumbangan

Tarif PPh badan

Tarif PPh badan berdasarkan Pasal 17 (2a), Pasal 17 (2b), Pasal 31 E UU PPh

Biar tidak bosan, saya tampilkan dalam bentuk gambar saja ya.

tarif perhitungan pph badan
tarif perhitungan pph badan

Seperti bisa dilihat di gambar, tarif disesuaikan dengan omset yang dimiliki wajib pajak. Tarif tertinggi adalah 25%.

Menghitung PPh Badan

PPh Terhutang = Tarif PPh pasal 17 ayat 1 X PKP (Penghasilan Kena Pajak)

Contoh Penerapan PENGHITUNGAN PPh BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DN Normal

PT Pasifik adalah perusahaan yang bergerak di bidang garment. Setelah dihitung, PT Pasifik memiliki Penghasilan Netto Fiskal sebesar Rp1.200.000.000 di tahun 2016. Besarnya PPh terutang yang harus dibayarkan:

= 1.200.000.000 x 25% = Rp300.000.000

Maka PPh terutang yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp300.000.000, dan dapat dikurangi dengan pph 22,23 serta PPh Pasal 25 (angsuran) yang dapat menjadi pengurang besarnya PPh Pasal 17.

Fasilitas Tarif Pasal 31E

(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,- mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,-.
(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

CONTOH PENERAPAN PENGHITUNGAN PPh BADAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DN Pasal 31E ayat (1)

Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2011 sebesar Rp30.000.000.000,- dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,-.

Maka Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
(Rp 4.800.000.000,- : Rp 30.000.000.000,-) x Rp 3.000.000.000,- =
Rp 480.000.000,-

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas : Rp 3.000.000.000,- – Rp 480.000.000,- = Rp 2.520.000.000,- Pajak Penghasilan yang terutang:

– (50% x 25%) x Rp 480.000.000,- = Rp 60.000.000,-
– 25% x Rp 2.520.000.000,- = Rp 630.000.000,-

Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 690.000.000,-

Tinggalkan komentar